(Magister DPP) Politik Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah

Diskusi tentang politik desentralisasi dan pemerintahan daerah menempati posisi yang strategis dalam khasanah ilmu politik maupun politik praktis. Pertama, sejarah menunjukkan bahwa politik lokal, yang salah satu pengaturannya dilakukan melalui politik desentralisasimerupakan energi politik utama dalam pengaturan masyarakat sebelum hadirnya negara modern. Kedua, pembicaraan tentang politik desentralisasi dan otonomi daerah semakin signifikan dalam perkembangan politik kontemporer global. Hal ini ditunjukkan dengan data komparasi pada level global yang mengindikasikan semakin krusialnya posisi politik desentralisasi dalam berbagai konflik politik sebuah negara; dan dalam menjelaskan kebangkrutan banyak negara dalam mempertahankan integrasinya. Ketiga, pengalaman empirik Indonesia dalam setengah abad terakhir mengkonfirmasikan krusialitas dan konsistensi permasalahan politik desentralisasi dalam menentukan arah dan dinamika politik nasional Indonesia. Keempat, inovasi dan kebijakan di tingkat nasional tidak jarang mengambil manfaat dari pemberlakuan yang telah dilakukan di tingkat lokal.


Namun ironinya kajian ilmiah yang mendalam dan menyeluruh tentang persoalan-persoalan politik desentralisasi dan pemerintahan daerah ini masih sangat terbatas, dan bahkan terkesan terabaikan. Selama ini wacana ‘politik lokal’, desentralisasi dan pemerintahan daerah masih sangat terjebak pada perdebatan legal-formal. Di Indonesia misalnya, diskusi tentang politik desentralisasi dan pemerintahan daerah senantiasa mengikuti logika perubahan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya secara legal-formal. Tidak mengherankan jika selama Orba, setidak-tidaknya sejak tahun 1974, wacana perbincangan sepenuhnya didominasi oleh pembicaraan di sekitar UU Nomor 5 tahun 1974. Lebih dari itu, pijakan diskusi tentang politik desentralisasi dan pemerintahan daerah ini lebih bertumpu pada negara yang menempatkan politik lokal lebih sebagai implikasi dari pengaturan politik nasional ketimbang sebagai sesuatu entitas yang independen yang secara politik inheren dalam negara modern. Padahal pengalaman empirik berbagai bangsa, termasuk Indonesia membuktikan adanya variasi yang yang sangat tinggi antara satu lokalitas dengan lokalitas lain; dan adanya perbedaan antara level pemerintahan lokal, terutama dalam hal legitimasinya. Jika politik desentralisasi dikaitkan dengan politik lokal di Indonesia, misalnya, mengungkapkan adanya perbedaan legitimasi antara level pemerintahan. Pemerintahan propinsi, kabupaten dan kota merupakan fenomena modern dan mendapatkan legitimasinya dari pengaturan politik secara modern yang diperkuat oleh lahirnya konsep tentang negara bangsa. Sementara pemerintahan desa – dengan variasi penyebutannya di seluruh Indonesia – mendapatkan legitimasinya pada sejarah masa lalu yang sangat jauh – sering disebut sebagai otonomi asli – sebagai produk dari tantangan pada masing-masing lingkungannya di masa lalu. 


Keterbatasan di atas semakin diperparah oleh kealpaan elemen sejarah dan komparasi dalam diskusi tentang politik dan pemerintahan lokal di Indonesia. Bahkan komparasi lintas daerah dan lintas waktu dalam pengalaman Indonesia sendiri sangat terbatas. Demikian pula, pembedaan pembahasan antara kawasan urban dan metropolitan dengan kawasan “desa” dalam mendiskusikan hal ini praktis tidak ditemukan.